Elvira : Remaja  Putri Bebas Anemia Cegah Stunting -

Elvira : Remaja  Putri Bebas Anemia Cegah Stunting

0

Elvira ( Mahasiswi Magister Kesehatan Masyarakat FK USK )

Spread the love

KESEHATAN, suaralintasindonesia.com – Stunting adalah adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak dibawah lima tahun sebagai akibat dampak dari masalah gizi kronis dan adanya infeksi atau penyakit yang berulang pada 1.000 hari pertama kehidupannya, mulai dari konsepsi sampai berusia 23 bulan, sehingga anak akan pendek menurut umurnya.

Tubuh pendek saja bukan masalah yang berbahaya, namun stunting akan menyebabkan rendahnya tingkat intelektual, menjadikan anak berisiko terhadap berbagai penyakit dan akan menurunkan tingkat produktivitas di masa mendatang.

 

Secara luas stunting akhirnya mempunyai risiko dalam pembatasan pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan semakin besarnya dampak kesenjangan kesejahteraan.

 

Berdasarkan laporan dari Gizi Global pada tahun 2019, Indonesia termasuk kedalam lima negara dengan kasus stunting tertinggi. Walaupun angka stunting mengalami penurunan dari 37,2% di tahun 2013 menjadi 27,7% pada tahun 2019. Pada Tahun 2021, menurut data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka stunting di Indonesia 24,4 %, masih diatas ambang batas toleransi yang direkomendasikan oleh WHO yaitu hanya 20% untuk jumlah stunting.
Ada 3 provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia, yaitu Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Aceh. Provinsi Aceh prevalensi stunting berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021 adalah 33,2 %. Artinya, kira kira 1 dari 3 balita di Provinsi Aceh memiliki tinggi badan di bawah rata rata anak seusia nya.

 

Pada Tanggal 5 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

 

Kementerian Kesehatan mempunyai 9 target intervensi spesifik sebagai upaya percepatan penurunan stunting tersebut,
yaitu :

1. Ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) mendapatkan tambahan asupan gizi
2. Ibu hamil mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet
3. Remaja putri mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)
4. Bayi kurang 6 bulan mendapatkan ASI eksklusif
5. Anak usia 6-23 bulan mendapatkan MP-ASI
6. Balita gizi buruk mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk
7. Balita dipantau pertumbuhan dan perkembangan nya
8. Balita gizi kurang mendapatkan tambahan asupan gizi
9. Balita mendapatkan imunisasi dasar lengkap
Remaja putri mempunyai peranan dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting salah satu nya melalui upaya remaja putri bebas anemia dengan mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar( Riskesdas) tahun 2018 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terdapat peningkatan prevalensi anemia dari tahun 2013 sampai tahun 2018 pada golongan umur 15-24 tahun dari 18,4% naik menjadi 32% atau 14,7 juta jiwa, berarti setiap 3-4 remaja dari 10 remaja adalah penderita anemia.

 

Dampak Anemia

Anemia adalah suatu kondisi dimana hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah (eritrosit) berada di bawah normal. Penyebab anemia bisa karena kekurangan zat gizi besi, asam folat dan vitamin B12. Akan tetapi yang paling sering penyebab anemia adalah yang disebabkan kekurangan zat besi di dalam tubuh.

 

Remaja putri lebih rentan mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putra. Salah satu penyebab nya adalah remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya. Menstruasi akan menyebabkan hilangnya banyak sel darah merah dari dalam tubuh, diperkirakan juga akan hilang zat besi kurang lebih 1,3 mg perhari. Sehingga jika remaja putri dengan intake zat besi yang sedikit atau pengeluaran zat besi yang berlebihan akan menyebabkan anemia zat besi.
Dampak umum anemia adalah penurunan imunitas tubuh, penurunan konsentrasi, penurunan prestasi belajar, penurunan kebugaran dan produktivitas.

 

Anemia yang dialami oleh seorang remaja putri akan berdampak lebih serius karena mereka adalah calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi. Sehingga anemia akan memperbesar risiko kematian ibu saat melahirkan, bayi yang dilahirkan prematur dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan bayi stunting.
Karena, remaja putri adalah calon orang tua masa depan,  kesehatan dan status gizi remaja putri sudah harus dipersiapkan sejak dini.

 

Oleh karena status anak yang sudah stunting tidak dapat dirubah, maka perhatian terpenting sekarang adalah bagaimana kita harus menyelamatkan generasi setelah nya.

Tablet Tambah Darah
Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya pencegahan dengan melakukan intervensi spesifik melalui pemberian Tablet Tambah Darah pada remaja putri. Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan tablet salut gula yang mengandung ferrous fumarate 60 mg 0,4 mg asam folat.

 

Zat besi penting dalam pembentukan hemoglobin ditubuh sehingga dapat membantu mengatasi anemia.
Hemoglobin sendiri terbagi atas dua kandungan yaitu zat besi dan protein. Tablet Tambah Darah mengandung zat besi yang gunanya untuk merekatkan hem dan globin. Jadi harus ada zat besi dan protein yang digabungkan menjadi hemoglobin, kemudian ditempelkan ke eritrosit untuk mengambil oksigen, sehingga sel sel tubuh mendapatkan cukup oksigen.

 

Hemoglobin akan mengikat oksigen dan menghantarkan ke seluruh jaringan tubuh, bila pasokan oksigen tidak cukup, maka banyak jaringan dan organ seluruh tubuh akan terganggu. Tablet Tambah Darah sangat memberikan manfaat mengatasi anemia besi remaja putri untuk mencegah stunting.

 

Dosis yang diberikan adalah 1 tablet seminggu selama 52 minggu dalam setahun. Dengan minum Tablet Tambah Darah secara rutin, diharapkan mampu mengurangi potensi anemia remaja putri sehingga akan mencegah lahirnya bayi bayi stunting kedepannya. Secara nasional pada akhir tahun 2024, target nya 58% minimal remaja putri sudah mengkonsumsi Tablet Tambah Darah di Indonesia.

 

Percepatan penurunan stunting harus menjadi prioritas  karena bila tidak ditangani sejak dini, maka akan berdampak besar di kemudian waktu, daya saing generasi muda  akan rendah karena stunting bukan saja tentang tubuh anak yang pendek menurut umurnya tapi juga dalam jangka pendek mempengaruhi perkembangan otak, kecerdasan dan fisik.

 

Sedangkan untuk jangka panjang stunting mempunyai risiko menurunkan sistem kekebalan tubuh, memicu munculnya penyakit metabolik, penyakit jantung dan pembuluh darah, serta menurunkan kemampuan kognitif otak anak pada anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
/