Legalitas BIAS Dibungkam Aturan AHU, Bukan Masalah Admininistrasi Tetapi Penghinaan Akal Sehat

Tangerang | Suaralintasindonesia.com – Balik arah, demikian ungkapan kami, Perkumpulan Badan Independent Anti Suap (BIAS), menegaskan kemarahan atas cara Ditjen AHU mempermainkan proses legalisasi nama organisasi. “Sudah tiga kali kami membuat akta”. Tiga kali kami membayar PNBP. Tiga kali juga kami direvisi, diarahkan, disuruh patuh, dan tetap ditolak. Bahkan nama yang mereka sendiri sarankan secara langsung, tetap ditolak oleh sistem mereka sendiri begitulah yang terjadi.
Nama awal kami Badan Independent Anti Suap Indonesia dinyatakan lolos verifikasi. Kemudian kami membuat seragam organisasi, kami buat akta dan kami upload ke AHU. Nanun secara tiba-tiba ditolak karena dianggap mengambil alih peran negara. “Selanjutnya, kami turuti, kami revisi isi pasal sesuai arahan”. Dibarengi, kami buat akta baru, upload lagi, masih ditolak. Kami diminta pesan nama ulang meski nama awal sudah sah, dan kami tidak diam. Selasa (17 /06/2025)
Demikian disampaikan Ketua Umum perkumpulan Badan Independent Anti Suap (BIAS) Eky Amartin, bersama Sekretaris Jenderal R. Indra Wirasumitra dan satu rekan media, mendatangi kantor AHU pusat di Kuningan. Setelah sebelumnya mendapat arahan dari salah satu staf AHU, Bu Nia, yang kami temui di Mall Puri Jakarta Barat. Dimana kami juga disuruh untuk menemui Pak Prihantoro. Bahkan kami diperingatkan “jangan bikin janji resmi karena orangnya nanti kabur kaburan / sulit di temui”, ucapan itu keluat dari pegawai AHU sendiri.
Baca Juga :
Setelah berhasil menemui Pak Prihantoro, kami justru diberi arahan langsung untuk mengganti nama. Sehingga kami disarankan untuk tidak menggunakan kata Indonesia, Nasional, atau Nusantara, dan kami mengikutinya. “Lalu kami buat nama Badan Independent Anti Suap, tanpa embel-embel apa pun”. Dan kami buat akta ketiga, kembali diupload lagi ke AHU tapi hasilnya ditolak lagi.
Sistem menolak nama yang disarankan oleh pejabatnya sendiri, dan tidak ada penjelasan serta pertanggungjawaban. Tidak ada dalam logika satu sisi kami disuruh patuh tapi di sisi lain dipermainkan. Padahal kami diminta mengikuti prosedur tapi dijatuhkan oleh sistem yang tidak mengenal integritas.
Sehingga saya, Eky Amartin mengatakan bahwa pelayanan di AHU saat ini adalah bentuk ketidakwajaran yang dilegalkan. Hal ini bukan sekadar birokrasi namun penghinaan terhadap warga negara yang ingin patuh hukum. “Dengan sistem hukum yang semestinya memberi kepastian, hari ini jadi alat untuk menyiksa mental dan merusak kepercayaan rakyat terhadap negara,” ucapnya.
Sekretaris Jenderal R. Indra Wirasumitra turut menegaskan bahwa kami sudah membayar semua prosedur. Akta kami tiga kali, biaya notaris kami bayar dan PNBP kami setor. “Bahkan kami sudah cetak seragam organisasi, tapi semua itu dibuang ke tempat sampah oleh keputusan yang tidak konsisten”.
Tidak masuk akal, dan tidak manusiawi. Kalau saran dari pegawai AHU saja tidak bisa dipegang, siapa lagi yang bisa dipercaya ? Jangan bangun pelayanan digital kalau isinya kebijakan manual yang semerawut dan memalukan,” cetus Indra Wirasumitra
“Dengan kejadian ini, kami tidak akan diam karena fakta di lapangan menunjukkan puluhan organisasi yang memakai nama Indonesia, Nasional, atau Nusantara tetap disahkan”. Semisal, Yayasan Indonesia Mengajar, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, Gerakan Nasional Anti Narkoba. Perkumpulan Pemuda Nusantara Mandiri. Sementara kami LSM, bukan Ormas. “Tetap saja kami diperlakukan seperti penjahat hanya karena memilih nama yang sah dan bermakna perjuangan”.
Kalau hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke nama besar, jangan salahkan rakyat kalau kehilangan kepercayaan,” kata Indra Wirasumitra. Perlu di ingat kami bukan pengemis izin, dan kami rakyat yang mau patuh. Tapi kami dipermainkan oleh sistem yang tidak tahu malu. Apa karna kami terlalu vokal menyuarakan kebenaran di negeri ini ?.
Perkumpulan BIAS tetap berdiri. Tapi hari ini kami saksikan sendiri bahwa negara ini belum adil bahkan dalam urusan nama, namun dengan niat dan kepastian kami tidak akan diam,” tandas Indra Wirasumitra.
(Kang Ir/@sli.com)