Dugaan Pungli PTSL di Semarang: Warga Dirugikan Miliaran Rupiah, Camat hingga Lurah Diduga Terlibat -

Dugaan Pungli PTSL di Semarang: Warga Dirugikan Miliaran Rupiah, Camat hingga Lurah Diduga Terlibat

0

Oplus_131072

 

Semarang | suaralintasindonesia.com- Kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kembali mencoreng wajah pelayanan publik di Kota Semarang. Dugaan praktik tersebut mencuat di Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, dan diduga telah merugikan puluhan warga dengan total kerugian mencapai Rp3,750 miliar.

Program PTSL, yang sejatinya dirancang untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh sertifikat tanah secara gratis atau dengan biaya ringan, justru diduga dimanfaatkan oleh oknum aparat untuk mencari keuntungan pribadi.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri — Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi — biaya resmi PTSL di wilayah Jawa–Bali hanya Rp150.000 per bidang tanah. Namun, sejumlah warga Sendangguwo mengaku dipungut hingga Rp1.250.000 per bidang, atau delapan kali lipat dari tarif resmi.

Modus pungli ini disebut telah berjalan sejak 2019 hingga 2022 dengan dalih biaya tambahan “kelancaran administrasi” dan “pengukuran lapangan”. Padahal, tidak ada dasar hukum yang membenarkan pungutan tersebut.

Sumber lapangan menyebut, dugaan praktik ilegal ini melibatkan sejumlah pihak, antara lain:

1. S dan A, panitia PTSL Kelurahan Sendangguwo.

2. AK, Lurah Sendangguwo saat itu, kini menjabat sebagai Lurah Sambirejo, Kecamatan Gayamsari.

3. K, mantan Camat Tembalang, yang kini diketahui menjabat sebagai anggota DPRD Kota Semarang dari Fraksi PDI Perjuangan.

Warga menduga praktik pungli dilakukan secara terstruktur dan sistematis, bahkan beberapa di antaranya mengaku mendapat tekanan agar tetap membayar jika ingin sertifikat tanah mereka segera diproses.

“Kami hanya ingin sertifikat tanah resmi dari negara, tapi malah diminta bayar lebih dari sejuta. Kalau tidak mau, prosesnya tidak jalan. Kami sangat berharap aparat penegak hukum benar-benar menindaklanjuti ini,” ujar salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Secara hukum, tindakan pungli seperti ini dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang menyebut:

“Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dengan potongan, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.”

Kasus dugaan pungli PTSL di Sendangguwo ini menjadi cermin suram bagi integritas birokrasi daerah. Pemerintah Kota Semarang dan aparat penegak hukum diharapkan segera melakukan penyelidikan menyeluruh, agar kepercayaan publik terhadap program nasional ini dapat dipulihkan dan keadilan bagi masyarakat kecil benar-benar ditegakkan.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak kelurahan, kecamatan, maupun dari pejabat yang disebut dalam laporan warga. Namun, isu ini telah menjadi perhatian luas masyarakat karena menyangkut program nasional yang semestinya berpihak pada rakyat kecil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!