PT. Bangun Prima Cipta Dipanggil BPSK, DPP BIAS Desak Pertanggungjawaban
Tangerang| Suaralintasindonesia.com – Satu langkah penting menuju keadilan bagi konsumen akhirnya terwujud. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Tangerang resmi mengundang pihak pelapor dalam perkara yang menyeret nama pengembang properti, PT. Bangun Prima Cipta (BPC), atas dugaan wanprestasi dan pelanggaran hak dasar konsumen di Perumahan Royal Permata Blok B dan C.
Pemanggilan ini tidak hadir begitu saja. Ia lahir dari tekanan dan desakan keras dari Dewan Pimpinan Pusat Badan Independent Anti Suap Indonesia (DPP BIAS), yang sejak awal komitmen membela warga. Laporan yang diajukan DPP BIAS menyoroti kegagalan BPC merealisasikan janji fasilitas air bersih Aetra, meski konsumen telah melunasi kewajiban pembayaran.
“Warga dijanjikan air bersih, tapi yang mereka dapat hanya tekanan mental. Setiap hari mereka harus berjuang sendiri untuk kebutuhan dasar, sementara pengembang seolah cuci tangan. Ini bukan kelalaian biasa ini pengkhianatan terhadap amanah publik,” tegas Eky Amartin, Ketua Umum DPP BIAS Indonesia. Jumat (23/05/2025).
Langkah BPSK mengeluarkan undangan resmi untuk klarifikasi menjadi titik terang sekaligus pintu masuk penyelesaian hukum yang lebih tegas. Klarifikasi dijadwalkan pada Rabu, 28 Mei 2025 pukul 14.00 WIB, bertempat di Kantor BPSK Wilayah Kota Tangerang, dan akan menjadi ajang penting untuk membongkar fakta serta menguji keseriusan PT. Bangun Prima Cipta dalam menghadapi persoalan ini.
Baca Juga :
https://kin.co.id/janji-busuk-pt-bangun-prima-cipta-dilaporkan-ke-bpkn-ri/
Menurut DPP BIAS, pemanggilan ini merupakan prestasi moral rakyat sipil. Di tengah banyaknya kasus sengketa perumahan yang mandek atau tidak tersentuh aparat, keberanian warga menggandeng lembaga pengawasan seperti DPP BIAS terbukti mampu menggugah mekanisme hukum untuk bergerak.
“Kami hadir bukan membawa keluhan, tapi membawa tuntutan. PT. Bangun Prima Cipta harus menjelaskan, bertanggung jawab, dan menyelesaikan. Jika tidak, kami pastikan tekanan akan kami tingkatkan hingga ranah perdata bahkan pidana,” lanjut Eky dengan nada tegas.
DPP BIAS juga menyoroti indikasi praktik manipulatif yang kerap dimainkan pengembang dengan menyisipkan fasilitas fiktif dalam materi promosi untuk memikat konsumen. Dalam kasus ini, keberadaan sambungan air bersih Aetra dijadikan nilai jual, namun tidak pernah direalisasikan. Warga merasa dibohongi, dan dibiarkan menyelesaikan persoalan hidupnya sendiri setelah kunci rumah diserahkan.
“Air bersih bukan fasilitas mewah, ini hak asasi. Tapi yang terjadi, warga dipaksa hidup tanpa kepastian, sementara pengembang menikmati hasil penjualan tanpa beban. Ini pelanggaran moral, bukan sekadar wanprestasi,” tambahnya.
Proses klarifikasi di BPSK ini diyakini akan menjadi cermin penting: apakah negara benar-benar berpihak pada rakyat, atau masih tunduk pada kekuasaan modal? DPP BIAS menyatakan akan hadir lengkap bersama warga, membawa bukti, dokumentasi, dan kronologi secara menyeluruh untuk memastikan suara konsumen tak lagi disepelekan.
“Kami tidak takut hadapi siapa pun. Jika satu pengembang bisa ditarik ke meja keadilan, maka ini akan menjadi preseden kuat bagi pengembang lain untuk tidak lagi bermain-main dengan nasib masyarakat kecil,” tutup Eky.
Kini bola panas ada di tangan PT. Bangun Prima Cipta. Hadir atau mangkir di hadapan BPSK akan menunjukkan arah sikap mereka : bertanggung jawab atau terus bersembunyi. DPP BIAS sudah menyalakan bara. Perlawanan konsumen bukan lagi bisikan ia sudah berubah menjadi ledakan kesadaran publik.
(Kang Ir/@sli.com)
