PT. Bangun Prima Cipta Pilih Bungkam, Sorotan Publik Kian Menguat soal Dugaan Manipulasi Kewajiban Pemasangan Aetra
Tangerang|Suaralintasindonesia.com –Setelah publik dikejutkan oleh beredarnya surat edaran dari PT. Bangun Prima Cipta (BPC) yang menuai kontroversi karena diduga memuat manipulasi informasi seputar pemasangan sambungan air Aetra, kini muncul pertanyaan besar: mengapa perusahaan justru memilih diam di tengah gelombang keresahan warga ?
Tembusan berita yang dikirimkan secara resmi kepada kuasa hukum maupun manajer marketing PT. BPC tidak mendapatkan satu pun respons. Tidak ada klarifikasi, tidak ada bantahan, bahkan sepatah kata pun tak keluar dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab secara moral dan profesional kepada masyarakat. Diam yang mencurigakan ini memunculkan dugaan kuat: apakah PT. BPC memang tak mampu memberi penjelasan, atau sedang menyusun strategi untuk menghindar dari pertanggungjawaban?
Masalah bermula dari janji kepada warga Blok C terkait sambungan Aetra, yang sebelumnya diklaim akan langsung difasilitasi oleh pihak pengembang. Namun pada kenyataannya, surat edaran yang dikeluarkan oleh PT. BPC justru mengaburkan fakta tersebut dengan bahasa yang menyesatkan: menyebut bahwa perusahaan “memberikan subsidi bantuan dana pemasangan Aetra” kepada warga. Padahal, menurut sejumlah warga, hal tersebut sejatinya merupakan kewajiban perusahaan sejak awal sebagai bagian dari fasilitas hunian yang dijanjikan, bukan sesuatu yang patut dibanggakan apalagi diklaim sebagai bentuk bantuan.
Ketua Umum DPP BIAS Indonesia, Eky Amartin, menilai sikap diam PT. BPC bukan sekadar bentuk kelalaian, tapi bisa dikategorikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap kepentingan publik. “Jika mereka yakin benar, mengapa tidak menjawab ? Mengapa tidak menjelaskan duduk perkaranya kepada masyarakat luas ? Diam seperti ini hanya akan memperkuat dugaan bahwa ada yang ditutup-tutupi,” ujarnya tegas. Minggu (18/05/2025)
Menurut Eky, penggunaan istilah “subsidi bantuan dana” dalam konteks yang seharusnya merupakan kewajiban perusahaan justru merendahkan posisi konsumen. “Bahasa yang digunakan dalam surat edaran itu secara halus menggiring opini seolah-olah warga diberi kemurahan hati oleh pengembang, padahal itu bagian dari fasilitas yang sudah menjadi hak warga. Ini manipulatif dan menyesatkan,” tambahnya.
DPP BIAS Indonesia saat ini tengah menyiapkan langkah hukum dan membuka ruang pengaduan dari warga yang merasa dirugikan. Tidak hanya itu, pihaknya juga akan mendorong pengawasan oleh Kementerian PUPR, Ombudsman RI, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menelisik lebih jauh potensi penyimpangan dalam pelaksanaan kewajiban pembangunan infrastruktur dasar oleh pengembang perumahan.
“Ini bukan persoalan teknis pemasangan sambungan air semata. Ini menyangkut etika bisnis, kepatuhan terhadap janji layanan, dan penghormatan terhadap hak konsumen. Kalau sejak awal dijanjikan sebagai fasilitas, lalu tiba-tiba dikemas ulang sebagai subsidi bantuan dana, maka itu adalah pengaburan komitmen,” tegas Eky.
Baca Juga :
Publik berhak tahu. Dan warga tidak pantas diperlakukan seolah-olah sedang menerima belas kasih dari pengembang atas hak dasar mereka. Sayangnya, PT. Bangun Prima Cipta justru terus menunjukkan sikap membisu, menghindar dari tanggung jawab, dan memilih bersembunyi di balik surat edaran yang kontroversial.
Sikap diam di tengah sorotan publik bukan hanya kegagalan komunikasi, tapi juga kegagalan moral sebuah korporasi. Jika PT. BPC tidak segera angkat suara dan menyelesaikan persoalan ini secara terbuka, maka ranah hukum dan tekanan publik akan menjadi panggung yang tidak bisa mereka hindari.
(Kang Ir/@sli.com)
